ILMU BUDAYA DASAR (Tugas Kelompok IBD 2 Upacara Adat Pernikahan Aceh)

ILMU BUDAYA DASAR
Tugas Kelompok IBD 2
Upacara Adat Pernikahan Aceh







Nama Kelompok    :
·       Rendito Hasri W (15115753)
·       Yogi Wirarismansyah (17115259)
·       M Fahmi Jamil (14115560)

Kelas                       : 1KA26




Upacara Adat Pernikahan Aceh
Nilai-nilai dalam tradisi pernikahan Aceh
Upacara perkawinan yang digelar oleh masyarakat Aceh mengandung berbagai nilai yang baik untuk dilestarikan. Beberapa nilai yang terkandung dalam upacara adat tersebut adalah:
a. Nilai Tradisi
            Upacara adat yang dilaksanakan dalam perkawinan bagi masyarakat Aceh merupakan salah satu bentuk pelestarian tradisi. Rangkaian upacara tersebut mengandung.
b. Nilai Religi
            Pengaruh Islam pada kebudayaan Aceh sangat kuat.  Hal ini tercermin dalam pandangan dan perilaku dalam kehidupan. Perkawinan  merupakan salah satu ajaran dalam Islam. Sehingga melaksanakannya adalah  ibadah. Implementasi nilai-nilai ajaran agama dalam membangun keluarga yang  baik (sakinah) dapat dilakukan melalui perkawinan. Selain itu, perkawinan juga  menjadi sarana untuk mengimplementasikan nilai Islam dalam membina hubungan  antarsanak kerabat.
c. Nilai sosial
            Perkawinan mengandung fungsi sosial, yaitu  sebagai suatu cara di mana ikatan antara laki-laki dan perempuan diakui oleh  masyarakat. Selain itu, salah satu tujuan perkawinan bagi masyarakat Aceh  adalah untuk memperluas kaum kerabat dan mempererat hubungan yang sudah ada. Di  beberapa daerah tujuan ini berbeda-beda. Di Aceh Tamiang tujuan perkawinan  adalah untuk memperluas sistem perkauman yang disebut “suku sakat kaum biak”,  sedangkan bagi masyarakat Gayo tujuan perkawinan adalah untuk memperkuat sistem  kemargaan yang disebut “belah” atau “merge”.




1.     Tahapan dan Proses Upacara
            Ada beberapa tahapan dalam upacara perkawinan Aceh sejak persiapan hingga setelah perkawinan. Tahapan-tahapan tersebut mempunyai tata cara masing-masing. Menurut Cut Intan Elly Arby (1989: 5-6), beberapa tahap perkawinan adat Aceh adalah:
a. Persiapan Menuju Perkawinan
Jak Keumalen
       Jak Keumalen artinya mencari calon istri/suami. Jak Keumalen dilakukan melalui dua cara. Pertama, dilakukan langsung oleh orangtua laki-laki; atau, kedua, dilakukan oleh utusan khusus. Maksud Jak Keumalen ialah menjajaki kehidupan keluarga calon pengantin. Biasanya beberapa orang dari pihak mempelai pria datang bersilaturahmi sambil memperhatikan calon mempelai perempuan, suasana rumah, dan perilaku keluarga tersebut.
       Setelah kunjungan, keluarga calon mempelai pria bertanya kepada pihak orangtua perempuan, apakah putrinya sudah mempunyai calon suami. Bila sambutannya baik dan jawaban “ya”, tahapan selanjutnya adalah Jak Ba Ranub. Jak Keumalen dilakukan karena pada silam hubungan laki-laki dan perempuan adalah tabu. Selain peran orang tua yang begitu dominan terhadap anak, termasuk urusan jodoh.


Jak Ba Ranub
       Setelah melewati tahap Jak Keumalen, berikutnya adalah upacara Jak Ba Ranub atau upacara meminang calon pasangan. Dalam acara ini, orangtua linto baro mengirim utusan untuk membawa sirih, kue, dan lain-lain ke keluarga dara baro. Melalui utusan tersebut, keluarga linto baro mengungkapkan maksud mereka pada dara baro. Bila ia menerima, keluarga dara baro kemudian melakukan musyawarah. Bila seluruh keluarga menyetujui, proses selanjutnya adalah Jak Ba Tanda. Tapi, kalau ternyata keluarga dara baro tidak setuju, keluarga dara baro akan menjawab dengan alasan dan cara yang baik.
Jak Ba Tanda
       Jak Ba Tanda adalah upacara memperkuat tanda jadi. Pihak calon pengantin laki-laki akan membawa sirih lengkap dengan makanan kaleng, seperangkat pakaian yang disebut lapek tanda, dan perhiasan emas. Barang-barang tersebut ditaruh dalam “talam” atau “dalong” yang dihias sedemikian rupa. Di rumah  dara baro, talam tersebut dikosongkan kemudian diisi kue-kue sebagai balasan dari keluarga dara baro. Pembahasan mas kawin (jeulamei), uang hangus (peng angoh), rencana hari dan tanggal pernikahan, serta jumlah undangan dan jumlah rombongan pihak pengantin laki-laki dilakukan pada upacara ini.
b.  Upacara Menjelang Perkawinan
Sebelum pesta perkawinan dilangsungkan, ada beberapa upacara yang mendahuluinya, di antaranya:
1.      Malam Peugaca
       Malam peugaca adalah malam menjelang upacara pesta pernikahan (meukerejia). Pada malam peugaca inilah biasanya upacara keselamatan (peusijuk) untuk kedua mempelai. Upacara ini biasanya dilakukan di malam hari selama 3 hingga 7 hari. Busana yang dikenakan calon pengantin perempuan tidak ditentukan.
       Upacara keselamatan pada malam peugaca disebut peusijuk gaca. Upacara ini dipimpin oleh sesepuh adat (nek maja), dan dimulai oleh ibu calon pengantin perempuan, kemudian dilanjutkan keluarga terdekat. Upacara ini dilaksanakan pagi hari, dengan harapan agar kehidupan kedua mempelai kelak terus meningkat dan mudah mendapatkan rezeki. Selain itu, makna dari upacara peusijuk adalah bentuk permohonan kepada Allah agar kedua mempelai hidup bahagia di dunia dan akhirat.  


2.      Memotong atau Meratakan Gigi (Koh Gilo)
       Saat ini upacara Koh Gilo sudah jarang dilakukan sebab kesadaran masyarakat akan bahaya pengikiran gigi semakin meningkat. Pada zaman dahulu, menjelang pernikahan gigi calon pengantin wanita harus diratakan dengan alat pengikir gigi. Upacara ini dilaksanakan setidaknya 7 hari sebelum upacara pesta perkawinan dilaksanakan.
       Menurut penilaian orang zaman dulu, pemotongan gigi ini akan membuat kesan lebih cantik pada calon pengantin perempuan. Selain itu, sebagai tanda bahwa perempuan itu sudah bersuami. 
       Memotong Rambut Halus Bagian Dahi (Koh Andam)
       Koh Andam adalah upacara memotong bulu-bulu halus di bagian wajah dan kuduk dara baro agar kelihatan lebih bersih. Upacara ini mengandung makna menghilangkan hal-hal yang kurang baik pada masa lalu dan menggantikannya dengan hal-hal yang baik pada masa yang akan datang.
       Upacara Koh Andam dilakukan ketika perempuan dara baro dalam keadaan suci (sedang tidak haid). Bulu dan rambut yang telah dicukur tadi dimasukkan ke dalam kelapa gading atau kelapa hijau yang diukir dan masih ada airnya. Kelapa ukiran yang berisi rambut tadi ditanam di bawah pohon rindang. Ini mengandung harapan agar mempelai perempuan selalu tegar dan berpikiran tenang ketika menghadapi masalah. 
3.      Upacara Peumano
       Peumano Dara Baro artinya memandikan calon mempelai perempuan. Sebelum masuk pada Upacara peumano, biasanya juga dilakukan peusijuk. Upacara peumano mengandung makna bahwa calon dara baro sudah dirawat agar badannya bersih dan kulitnya halus. Namun, upacara ini bukan hanya untuk mempelai perempuan saja. Calon pengantin laki-laki juga menjalani Upacara peumano.
       Calon mempelai, baik perempuan maupun laki-laki, dimandikan oleh orangtua mereka, tetua  adat yang taat, dan beberapa keluarga terdekat. Jumlah mereka harus ganjil. Selama upacara, calon pengantin dibacakan doa-doa agar menjelang perkawinan mereka dalam keadaan suci lahir dan batin. Dalam upacara itu, mempelai dipayungi dan diarak menuju pemandian. Para pengiring membaca shalawat dan kadang-kadang diselingi lantunan syair. Syair tersebut merupakan sanjungan kepada keluarga atau nasihat bagi mempelai.






Sumber: Cut Intan Elly Arby, 1989. Tata Rias dan Upacara Perkawinan Aceh.
       Pada zaman dulu, Upacara Peumano mempunyai makna yang sakral, sehingga upacara itu dilaksanakan dengan khidmat. Pada saat itu, upacara ini hanya dilakukan oleh kaum bangsawan, dan hanya diikuti oleh keluarga terdekat. Tata cara pelaksanaan upacara ini berbeda antara daerah satu dengan daerah yang lain. Perkembangan tersebut terlihat misalnya pada penambahan tarian dari daerah Aceh Barat, yaitu tarian Pho.
4.      Khatam Qur’an
       Upacara ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa perempuan calon pengantin adalah orang yang shalihah. Upacara Khatam Qu’an ini menjadi bukti betapa kuat agama Islam mewarnai kebudayaan Aceh. Bagi masyarakat Aceh, agama merupakan faktor penting dalam jodoh dan perkawinan.
       Upacara ini dipimpin oleh seorang guru ngaji setempat. Pelaksanaan upacara diawali dengan pembacaan doa-doa keselamatan. Sebelum membaca ayat terakhir dalam Qur’an, pengantin perempuan disuapi ketan dan tumpo yang telah tersedia. Setelah upacara selesai, calon dara baro menyalami dan mengucapkan terima kasih serta meminta maaf atas kesalahan yang ia lakukan. Pada kesempatan itu, ia juga meminta restu kepada guru ngajinya.
       Setelah semua proses upacara dengan guru ngaji selesai, dilanjutkan Upacara Khatan Qur’an di hadapan orangtua dan keluarga terdekat. Calon pengantin perempuan didampingi sang guru ngaji. Setelah acara selesai, keluarga akan menyerahkan telur, bereteh, beras, padi, dan uang sekadarnya kepada guru ngaji. Ini merupakan wujud terima kasih dari calon mempelai atas ilmu yang telah diberikan oleh guru ngaji.  

2.     Simbol-simbol dalam upacara adat pernikahan aceh.
1. Langik - langik.



     Langik - langik adalah kain merah polos yang dibentangkan untuk menutupi platfon rumah. Langik - langik itu mutlak dipasang sebagai syarat utama bahwa dirumah kita akan didakan khanduri /pesta. Biasanya apabila langik- langik tersebut sudah dipasang, itu menandakan bahwa pada acara kenduri (acara) tersebut melibatkan perangkat Adat dan Hukum.

2. Tabia (Tabir)


     Tabia atau Tabir adalah kain yang bermotif kotak - kotak persegi panjang yang mempunyai 4 warna yakni merah,kuning, dan hijau (warna hitam merupakan opsional). Pada kain tabia ini disematkan sulaman benang emas yang bermotifkan lambang atau simbol aceh lainnya yakni berwarna merah, kuning, dan hijau yang manis dilihat. Sahabat bisa melihat pada gambar diatas. Pemasangan kain Tabia diikuti oleh pemasangan Banang ameh (perhatikan bagian atas kain tabia ). Banang Ameh merupakan pasangan dari kain Tabia tersebut. Cantik dan elegan.

3. Gabak - Gabak 



Gabak - gabak
     Penggunaan Gabak - gabak dalam sebuah acara / khanduri juga punya arti tersendiri. Walaupun terlihat hanya untuk menciptakan keindahan semata dan langik - langik tidak terlihat kosong saja, namun Gabak - gabak tetap harus dipasang berpasangan dengan Langik-langik.




4. Banta Basusun




     Banta Basusun adalah susunan bantal yang berhias dengan benang emas lalu diberi sarung warna kuning. Penggunaan warna kuning karena warna kuning termasuk warna adat yang melambangkan kemegahan. Dalam sebuah kenduri / pesta baik itu sunat rasul maupun pernikahan, kehadiran Banta Basusun hukumnya wajib. Karena ditempat inilah nantinya perangkat adat dan hukum akan duduk sambil bermufakat. Disamping itu ditempat ini juga nantinya beberapa prosesi-prosesi adat dilakukan.

5. Mangacu

     Mangacu adalah sebuah simbol adat yang berguna untuk menyampaikan beberapa pesan tersirat kepada tamu yang datang dan duduk di ruangan yang terdapat Banta Basusun. Mangacu biasanya berbentuk segi tiga dan terbuat dari kain merah yang disulam dengan benang emas dengan beragam motif. Di Aceh Selatan sebutan untuk simbol ini ada beberapa nama. Mangacu pada umumnya terbagi dalam dua variasi. pada versi pertama seperti gambar dibawah ini:


     Simbol ini menandakan bahwa yang punya hajatan pada saat menyambut tamu - tamu yang berdatangan pada hari H nantinya akan menyembelih kerbau atau lembu dan pengerjaannya nanti melibatkan warga sekitar. Biasanya tanpa dikasih tau pun, apabila melihat simbol tersebut pasti sudah mengerti akan pesan dibalik posisi kain segi tiga yang disusun seperti piramida tersebut.    
     Versi kedua, Mangacu tidak digunakan tapi diganti dengan mangacu model lain, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:

Simbol tersebut mengandung pesan bahwa yang punya hajatan tidak mempunyai rencana untuk menyembelih kerbau atau sapi (tanda panah kuning). Biasanya yang akan disembelih sebagai bahan hidangan untuk tamu nanti berupa kambing atau domba pada hari H nya.



3.     Pelaksanaan Pernikahan
Setelah berbagai upacara menjelang perkawinan selesai, pasangan pengantin akan memasuki acara inti perkawinan yang disebut wo linto. 
Inilah puncak acara yang dinanti-nantikan. Ini adalah upacara mengantarkan linto baro ke rumah orangtua dara baro. Pada saat pelaksanaan upacara ini, dara baro sudah siap dengan pakaian pengantin.
Mempelai perempuan dibimbing oleh dua pendamping di kanan dan kiri yang disebut peunganjo. Ketiganya berjalan menghadap kedua orangtua untuk sungkem (semah ureung chik), kemudian peunganjo membimbing dara baro ke pelaminan untuk menunggu kedatangan linto baro dan rombongan.
Linto baro melakukan hal yang sama dengan dara baro. Setelah memakai busana pengantin, ia akan melakukan sungkem kepada kedua orangtuanya untuk meminta doa restu. Setelah melakukan sungkem linto baro berangkat ke rumah dara baro bersama rombongan pengantar mempelai pria (peutren linto).
Selama perjalanan menuju rumah dara baro, rombongan melantunkan shalawat. Pihak keluarga dara baro akan menjemput iring-iringan pengantin pria kira-kira 500 meter dari rumah dara baro. Setelah kedua mempelai dan rombongannya bertemu, pihak linto baro dan dara baro akan berbalas pantun (seumapa). Jika pihak linto baro kalah dalam berbalas pantun tersebut, maka acara tidak dapat dilanjutkan. Tapi, kalau pihak linto baro menang, maka dilanjutkan dengan upacara tukar-menukar sirih oleh kedua orangtua dari pihak pengantin laki-laki dan perempuan.
Setelah memasuki pintu gerbang, linto baro diserahkan kepada orang tua adat dari pihak dara baro. Mempelai laki-laki dipayungi oleh satu atau dua pemuda dari pihak dara baro dan mereka akan beriringan menuju rumah dara baro. Sebelum masuk rumah, linto baro dibimbing pendamping (peunganjo) untuk membasuh kaki. Hal ini bermakna, untuk memasuki jenjang rumah tangga harus suci lahir dan batin.
Sementara dara baro sudah duduk menanti di pelaminan. Ia kemudian dibimbing seorang ibu pendamping (peunganjo) untuk menyambut linto baro dan melakukan sungkem kepada mempelai pria. Ini merupakan tanda hormat dan pengabdian. Linto baro menerima sambutan dara baro dengan penuh kasih sayang, lalu menggenggam tangan dara baro sambil menyelipkan amplop yang berisi uang yang melambangkan tanggung jawab untuk menafkahi sang istri.


                                    Pasangan pengantin meminta doa restu kepada orangtua
Setelah itu, kedua mempelai disandingkan sebentar di pelaminan sebelum dibimbing menuju suatu tempat khusus untuk bersujud kepada kedua orangtua mempelai. Prosesi dimulai dari dara baro bersujud kepada orangtua kemudian kepada kedua mertua. Linto baro mengikuti apa yang dilakukan mempelai wanita. Lalu mereka dibimbing ke pelaminan untuk di-peusijuek oleh keluarga. Mulai dari keluarga linto baro yang memberikan uang dan barang berharga lainnya. Begitu juga sebaliknya. Jumlah anggota keluarga yang melakukan  peusijuek tidak boleh genap.
Setelah pelaksanaan upacara selesai, linto baro langsung pulang ke rumahnya. Setelah hari ke tiga atau ke tujuh barulah linto baro diantar kembali ke rumah dara baro untuk melaksanakan upacara hari ketiga (peulhe) atau ketujuh (peutujoh). Upacara ini diawali dengan penanaman bibit kelapa yang dilakukan oleh woe linto bersama dara baro. Selanjutnya, linto baro melakukan sujud kepada mertua dan diberi pakaian ganti, cincin emas, dan lain-lain.
Pihak woe into juga membawa beberapa perangkat untuk dara baro yang berupa makanan kaleng, kopi, teh, susu, dan berbagai perlengkapan dapur yang lain. Selain itu, juga membawa beberapa bibit tanaman seperti bibit kelapa, bibit tebu, dan sebagainya sesuai kemampuan keluarga wo linto.  









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tahap-tahap Membuat Sistem Pakar

Metode Pencarian Buta dan Heuristik

Tugas 4 Ilmu Budaya Dasar